SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM
Dosen Pembimbing :
Jujuk Anton
Cahyono, S.si, M.Sc
Oleh:
Septiyani Aris
Shopia Husna
Siti Zakiah
Syarifah
Norhasanah
Tri Agustina
Wahyu Indah
Trimurni
Wardatul Jennah
Yuli Susanti
POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES BANJARMASIN
JURUSAN ANALIS
KESEHATAN
TAHUN AJARAN
2011/2012
DAFTAR ISI
Hal
Hal
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................. iv
BAB I
: PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Manfaat Penulisan................................................................................. 2
BAB II : PEMBAHASAN.......................................................................................... 3
A. Pengertian Spektrofotometer Serapan Atom ................................ ....... 3
B. Prinsip Kerja Alat........................................................................... 11
C. Cara Kalibrasi Alat........................................................................ ..... 14
D. Bagian-bagian Pada SSA.................................................................... 22
E.
Cara Kerja Spektofotometer Serapan Atom....................................... 26
F.
Metode Analisis.................................................................................. 28
G. Keuntungan dan Kelemahan
Alat………………………………....... 29
H. Gangguan dan Cara Penanganan
Alat…………………………........ 30
I.
Analisis Kuantitatif………………………………………………......... 31
J.
Contoh Pemeriksaan Menggunakan Alat………………………........ 32
BAB II : PENUTUP .............................................................................................. 35
A.
Kesimpulan ..................................................................................... 35
B. Saran ............................................................................................... 35
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berdampak pada makin meningkatnya
pengetahuan serta kemampuan manusia. Betapa tidak setiap manusia lebih dituntut
dam diarahkan kearah ilmu pengetahuan di segala bidang. Tidak ketinggalan pula
ilmu kimia yang identik dengan ilmu mikropun tidak luput dari sorotan
perkembangan iptek. Belakangan ini telah lahir ilmu pengetahuan dan teknologi
yang mempermudah dalam analisis kimia. Salah satu dari bentuk kemajuan ini adalah
alat yang disebut dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).
Para ahli kimia sudah lama menggunakan warna
sebagai suatu pembantu dalam mengidentifikasi zat kimia. Dimana, serapan atom
telah dikenal bertahun-tahun yang lalu. Dewasa ini penggunaan istilah
spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya penyerapan energi cahaya oleh
suatu sistem kimia itu sebagai fungsi dari panjang gelombang tertentu.
Perpanjangan spektrofotometri serapan atom ke unsur-unsur lain semula merupakan
akibat perkembangan spektroskopi pancaran nyala. Bila disinari dengan benar,
kadang-kadang dapat terlihat tetes-tetes sampel yang belum menguap dari puncak
nyala, dan gas-gas itu terencerkan oleh udara yang menyerobot masuk sebagai
akibat tekanan rendah yang diciptakan oleh kecepatan tinggi, lagi pula sistem
optis itu tidak memeriksa seluruh nyala, melainkan hanya mengurusi suatu daerah
dengan jarak tertentu di atas titik puncak pembakar.
Selain dengan metode serapan atom unsur-unsur
dengan energi eksitasi rendah dapat juga dianalisis dengan fotometri nyala,
tetapi untuk unsur-unsur dengan energi eksitasi tinggi hanya dapat dilakukan
dengan spektrometri serapan atom. Untuk analisis dengan garis spectrum resonansi antara
400-800 nm, fotometri nyala sangat berguna, sedangkan antara 200-300 nm, metode
AAS lebih baik dari fotometri nyala. Untuk analisis kualitatif, metode
fotometri nyala lebih disukai dari AAS, karena AAS memerlukan lampu katoda
spesifik (hallow cathode). Kemonokromatisan dalam AAS merupakan syarat utama.
Suatu perubahan temperature nyala akan mengganggu proses eksitasi sehingga
analisis dari fotometri nyala berfilter. Dapat dikatakan bahwa metode fotometri
nyala dan AAS merupakan komplementer satu sama lainnya.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, penulis dapat
merumuskan masalah sebagai berikut:
-
Bagaimanakah teori dasar serta prinsip kerja
Spektrometri Serapan Atom (SSA)?
-
Bagaimanakah penggunaan / penerapan
Spektrometri Serapan Atom (SSA) dalam proses analisis kimia?
-
Apa sajakah gangguan-gangguan yang biasa terjadi
pada Spektrometri Serapan Atom (SSA)
C.
Manfaat
Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan
makalah ini selain memenuhi tugas dari Dosen Mata Kuliah, juga bertujuan untuk
memberi masukan ilmu pengetahuan bagi semua khalayak pada umumnya dan khususnya
bagi penulis pribadi sehingga kedepannya dapat lebih mengetahui bagaimana
metode maupun prinsip kerja dari Spektrometri Serapan Atom (SSA).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Spektrometri Serapan Atom (SSA)
Sejarah singkat tentang serapan atom pertama
kali diamati oleh Frounhofer, yang pada saat itu menelaah garis-garis hitam pada
spectrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang
analisis adalah seorang Australia bernama Alan Walsh di tahun 1995. Sebelumnya
ahli kimia banyak tergantung pada cara-cara spektrofotometrik atau metode
spektrografik. Beberapa cara ini dianggap sulit dan memakan banyak waktu,
kemudian kedua metode tersebut segera diagantikan dengan Spektrometri Serapan Atom
(SSA).
Spektrometri Serapan Atom (SSA) adalah suatu
alat yang digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan
metalloid yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang
gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skooget al., 2000).
Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini
mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode spektroskopi emisi
konvensional. Memang selain dengan metode serapan atom, unsur-unsur dengan
energi eksitasi rendah dapat juga dianalisis dengan fotometri nyala, akan
tetapi fotometri nyala tidak cocok untuk unsur-unsur dengan energy eksitasi
tinggi. Fotometri nyala memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang
400-800 nm, sedangkan AAS memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang
200-300 nm (Skoog et al., 2000).Untuk analisis kualitatif, metode fotometri
nyala lebih disukai dari AAS, karena AAS memerlukan lampu katoda spesifik
(hallow cathode). Kemonokromatisan dalam AAS merupakan syarat utama. Suatu
perubahan temperature nyala akan mengganggu proses eksitasi sehingga analisis
dari fotometri nyala berfilter. Dapat dikatakan bahwa metode fotometri nyala
dan AAS merupakan komplementer satu sama lainnya.
Absorpsi
atom dan spektra emisi memiliki pita yang sangat sempit di bandingkan
spektrometri molekuler. Emisi atom adalah proses di mana atom yang tereksitasi
kehilangan energi yang disebabkan oleh radiasi cahaya. Misalnya, garam-garam
logam akan memberikan warna di dalam nyala ketika energi dari nyala tersebut
mengeksitasi atom yang kemudian memancarkan spektrum yang spesifik. Sedangkan
absorpsi atom merupakan proses di mana atom dalam keadaan energy rendah
menyerap radiasi dan kemudian tereksitasi. Energi yang diabsorpsi oleh atom
disebabkan oleh adanya interaksi antara satu elektron dalam atom dan vektor
listrik dari radiasi elektromagnetik.
Ketika
menyerap radiasi, elektron mengalami transisi dari suatu keadaan energi
tertentu ke keadaan energi lainnya. Misalnya dari orbital 2s ke orbital 2p.
Pada kondisi ini, atom-atom di katakan berada dalam keadaan tereksitasi (pada
tingkat energi tinggi) dan dapat kembali pada keadaan dasar (energi terendah)
dengan melepaskan foton pada energy yang sama. Atom dapat mengadsorpsi atau
melepas energi sebagai foton hanya jika energy foton (hν) tepat sama dengan
perbedaan energi antara keadaan tereksitasi (E) dan keadaan dasar (G) seperti
Gambar di bawah ini:
Gambar.1. Diagram absorpsi dan emisi atom
Absorpsi
dan emisi dapat terjadi secara bertahap maupun secara langsung melalui lompatan
tingkatan energi yang besar. Misalnya, absorpsi dapat terjadi secara bertahap
dari G E1 E2
, tetapi dapat terjadi juga tanpa melalui tahapan tersebut G E2. Panjang gelombang yang diserap oleh atom dalam keadaan dasar
akan sama dengan panjang gelombang yang diemisikan oleh atom dalam keadaan
tereksitasi, apabila energi transisi kedua keadaan tersebut adalah sama tetapi
dalam arah yang yang berlawanan. Lebar pita spektra yang diabsorpsi atau
diemisikan akan sangat sempit jika masing-masing atom yang mengabsorpsi atau
memancarkan radiasi mempunyai energi transisi yang sama.
Lebar Pita
Spektra Atom
Berdasarkan
hukum ketidakpastian Heisenberg, lebar pita alami spektra atom berkisar 10-4 –
10-5 nm. Akan tetapi, terdapat beberapa proses yang dapat menyebabkan pelebaran
pita hingga 0.001 nm yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam efek Doppler. .
Efek Doppler Jika tubuh memancarkan suatu bentuk gelombang menuju seorang
pengamat, maka pengamat akan mendeteksi panjang gelompang seolah lebih pendek
dari yang diemisikan tersebut. Jika tubuh bergerak menjauh dari pengamat, maka
panjang gelombang seolah menjadi lebih panjang. Fenomena ini disebut efek
Doppler dan dapat menyebabkan pelebaran pita karena adanya pergerakan termal
(panas). Hal yang sama juga terjadi pada atom, dimana dalam suatu kumpulan
atom, beberapa atom akan bergerak maju dan sebagian lagi menjauh dari detektor
ketika emisi terjadi, sehingga daerah panjang gelombang yang diamati menjadi
lebih besar.
Efek
ini akan semakin besar pada temperatur tinggi karena pergerakan atom akan
semakin meningkat yang menyebabkan terjadinya pelebaran pita absorpsi.
Pelebaran tekanan (Pressure Broadening) Jika suatu atom yang mengabsorpsi atau
memancarkan radiasi bertumbukan dengan atom lain, tumbukan tersebut akan
mempengaruhi panjang gelombang foton yang diradiasikan karena terjadi perubahan
tingkat energi dalam yang menyebabkan perbedaan keadaan transisi. Tumbukan yang
terjadi antara suatu atom yang mengabsorpsi atau memancarkan radiasi dengan
atom gas lain disebut dengan pelebaran Lorentz (Lorentz Broadening). Jika
atom-atom yang mengabsorpsi dan memancarkan radiasi juga terlibat tumbukan,
maka disebut pelebaran Holzmark (Holzmark Broadening). Dalam semua hal, semakin
tinggi temperatur, maka tumbukan akan semakin sering terjadi sehingga terjadi
pelebaran pita yang disebut dengan pelebaran tekanan (Pressure Broadening).
Spektrometer
Serapan Atom
Secara
umum, komponen-komponen spektrometer serapan atom (SSA) adalah sama dengan
spektrometer UV/Vis. Keduanya mempunyai komponen yang terdiri dari sumber
cahaya, tempat sample, monokromator, dan detektor. Analisa sample di lakukan
melalui pengukuran absorbansi sebagai fungsi konsentrasi standard dan
menggunakan hukum Beer untuk menentukan konsentrasi sample yang tidak
diketahui. Walaupun komponen-komponenya sama, akan tetapi sumber cahaya dan
tempat sampel yang digunakan pada SSA memiliki karakteristik yang sangat
berbeda dari yang digunakan dalam spektrometri molekul (misal: UV/Vis).
Sumber Cahaya
Karena lebar pita pada absorpsi atom sekitar 0.001 nm,
maka tidak mungkin untuk menggunakan sumber cahaya kontinyu seperti pada
spektrometri molekuler dengan dua alasan utama sebagai berikut:
(a)
Pita-pita absorpsi yang dihasilkan oleh
atom-atom jauh lebih sempit dari pita-pita yang dihasilkan oleh spektrometri
molekul. Jika sumber cahaya kontinyu digunakan, maka pita radiasi yang di
berikan oleh monokromator jauh lebih lebar dari pada pita absorpsi, sehingga
banyak radiasi yang tidak mempunyai kesempatan untuk diabsorpsi yang
mengakibatkan sensitifitas atau kepekaan SSA menjadi jelek.
(b)
Karena banyak radiasi dari sumber cahaya yang tidak
terabsorpi oleh atom, maka sumber cahaya kontinyu yang sangat kuat diperlukan
untuk menghasilkan energi yang besar di dalam daerah panjang gelombang yang
sangat sempit atau perlu menggunakan detektor yang jauh lebih sensitif
dibandingkan detektor fotomultiplier biasa, akan tetapi di dalam prakteknya hal
ini tidak efektif sehingga tidak dilakukan.
Secara umum, hukum Beer tidak akan dipenuhi kecuali jika pita emisi
lebih sempit dari pita absorpsi. Hal ini berarti bahwa semua panjang gelombang
yang dipakai untuk mendeteksi sampel harus mampu diserap oleh sampel tersebut.
Gambar.2 menunjukkan perbandingan pita absorpsi atom dan pita spektrum sumber
cahaya kontinyu yang dihasilkan oleh monokromator. Dari gambar tersebut dapat
diketahui bahwa sebagian besar radiasi tidak dapat diabsorpsi karena panjang
gelombangnya tidak berada pada daerah pita absorpsi atom yang sangat sempit dan
dapat dikatakan bahwa sangat banyak cahaya yang tidak digunakan atau
menyimpang.
Gambar. 2. perbandingan pita absorpsi atom dan pita spektrum sumber
cahaya
kontinyu yang dihasilkan oleh monokromator
Masalah ini
dapat diatasi oleh Alan Walsh pada tahun 1953, dengan menggunakan sumber cahaya
tunggal (line source) sebagai pengganti sumber cahaya kontinyu. Sebagian besar
sumber cahaya tunggal yang digunakan berasal dari lampu katode berongga (hollow
chatode lamp) yang memancarkan spektrum emisi atom dari elemen tertentu,
misalnya lampu katode berongga Zn digunakan untuk menganalis Zn. Gambar 3a dan
3b menunjukkan cahaya tunggal mengatasi masalah yang telah diuraikan di atas.
Gambar. 3. Pengaruh sumber cahaya tunggul terhadap pita absorpsi
Spektrum Zn diamati pada panjang
gelombang 213,4 nm sebelum dan sesudah transmisi melalui monokromator
konvensional. Walaupun lebar pita dari monokromator tidak lebih kecil dari
sebelum transmisi, akan tetapi sampel yang diukur berada dalam daerah panjang
gelombang yang diinginkan. Dengan memilih lampu yang mengandung analit yang
diukur, maka kita dapat mengetahui bahwa panjang gelombang yang digunakan sama
dengan dengan pita absorpsi analit yang diukur. Ini berarti bahwa semua radiasi
yang dipancarkan oleh sumber cahaya dapat diabsorpsi sampel dan hukum Beer
dapat di gunakan. Dengan menggunakan sumber cahaya tunggal, monokromator
konvensional dapat dipakai untuk mengisolasi satu pita spektra saja yang
biasanya disebut dengan pita resonansi. Pita resonansi ini menunjukkan transisi
atom dari keadaan dasar ke keadaan transisi pertama, yang biasanya sangat
sensitif untuk mendeteksi logam yang diukur (Adam Wiryawan., dkk, 2007)
Lampu Katode Berongga (Hollow
Cathode Lamp)
Bentuk
lampu katode dapat dilihat pada gambar. 4.
Ciri
utama lampu ini adalah mempunyai katode silindris berongga yang dibuat dari
logam tertentu. Katode and anode tungsten diletakkan dalam pelindung gelas
tertutup yang mengandung gas inert (Ne atau Ar) dengan tekanan 1-5 torr. Lampu
ini mempunyai potensial 500 V, sedangkan arus berkisar antara 2 – 20 mA.
Gambar.
4. Lampu Katode
Adapun gas
pengisi terionisasi pada anode, dan ion-ion yang dihasilkan
dipercepat menuju katode dimana bombardemen ion-ion ini menyebabkan atom-atom
logam menjadi terlepas ke permukaan dan terbentuk awan/populasi atom. Proses
ini disebut dengan percikan atom (sputtering). Lebih jauh lagi, tumbukan ini
menyebabkan beberapa atom tereksitasi dan kemudian kembali pada keadaan dasar
dengan memancarkan spektrum atom yang spesifik. Spektrum gas pengisi (dan
komponen lain yang terdapat dalam katode) juga dipancarkan. Jendela atau tempat
dimana radiasi keluar dari lampu biasanya dibuat dari silika sehingga dapat
menggunakan panjang gelombang di bawah 350 nm.
Nyala
Fungsi
nyala adalah untuk memproduksi atom-atom yang dapat mengabsorpsi radiasi yang
di pancarkan oleh lampu katode tabung. Pada umumnya, peralatan yang di gunakan untuk
mengalirkan sample menuju nyala adalah nebulizer pneumatic yang di hubungkan
dengan pembakar (burner). Diagram nebulizer dapat di lihat pada Gambar. 5.
Sebelum menuju nyala, sample mengalir melalui pipa kapiler dan dinebulisasi
oleh aliran gas pengoksidasi sehingga menghasilkan aerosol. Kemudian, aerosol
yang terbentuk bercampur dengan bahan bakar menuju ke burner. Sample yang
menuju burner hanya berkisar 5-10% sedangkan sisanya (90-95%) menuju tempat
pembuangan (drain). Pipa pembuangan selalu berbentuk ”U” untuk menghindari gas
keluar yang dapat menyebabkan ledakan serius. Sample yang berada pada nyala
kemudian diatomisasi, dan cahaya dari lampu katode tabung dilewatkan melalui
nyala. Sample yang berada pada nyala akan menyerap cahaya tersebut.
Gambar. 5 Nebuliser pada
spektrometer serapan atom (SSA)
Jenis-jenis
nyala
Ada 3 jenis
nyala dalam spektrometri serapan atom yaitu:
(a)
Udara
– Propana
Jenis nyala ini relatif lebih dingin (1800oC)
dibandingkan jenis nyala lainnya. Nyala ini akan menghasilkan sensitifitas yang
baik jika elemen yang akan diukur mudah terionisasi seperti Na, K, Cu.
(b)
Udara
– Asetilen
Jenis nyala ini adalah yang paling umum dipakai dalam AAS. Nyala
ini menghasilkan temperatur sekitar 2300oC yang dapat mengatomisasi
hamper semua elemen. Oksida-oksida yang stabil seperti Ca, Mo juga dapat
analisa menggunakan jenis nyala ini dengan memvariasi rasio jumlah bahan bakar
terhadap gas pengoksidasi.
(c)
Nitrous
oksida – Asetilen
Jenis nyala ini paling panas (3000oC), dan sangat baik
digunakan untuk menganalisa sampel yang banyak mengandung logam-logam oksida
seperti Al, Si. Ti, W.
Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang
gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan Natrium menyerap
pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm sedangkan kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada
gelombang ini mempunyai cukup energiuntukmengubah tingkat energy elektronik
suatu atom. Dengan absorpsi energy, berarti memperoleh lebih banyak energy, suatu atom pada
keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat
eksitasinya pun bermacam-macam. Misalnya unsur Na dengan noor atom 11 mempunyai
konfigurasi electron 1s1 2s2 2p6 3s1,
tingkat dasar untuk electron valensi 3s, artinya tidak memiliki kelebihan
energy. Elektronini dapat tereksitasi ketingkat 3p dengan energy 2,2 eV ataupun
ketingkat 4p dengan energy 3,6 eV, masing-masing sesuai dengan panjang
gelombang sebesar 589 nm dan 330 nm. Kita dapat memilih diantara panjang gelombang ini yang menghasilkan garis spectrum
yang tajam dan dengan intensitas maksimum, yangdikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain yang bukan garis resonansi dapat berupa
pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari eksitasi tingkat dasar yang
disebabkan proses atomisasinya.
Apabila cahaya dengan panjang gelombang
tertentu dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom-atom bebas yang
bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan intensitas
penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam yang berada
pada sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan dari:
Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monkromatik melewati medium
transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya
ketebalan medium yang mengabsorbsi.
Hukum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara
eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.
Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu
persamaan intensitas cahaya:
It = I0e -abc
A= -log [It / I0] = Ebc
Dimana: I0 = intensitas sumber sinar
It= intensitas sinar yang diteruskan
E= absortivitas molar
b = panjang medium
c = konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar
A = absorbans
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan
bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi atom (Day &
Underwood, 1989).
B.
Prinsip Kerja
Spektrometri Serapan Atom (SSA)
Telah dijelaskansebelumnya bahwa metode AAS
berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut
pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya Spektrometri
Serapan Atom (SSA) meliputi absorpsi sinar oleh atom-atom netral unsur logam
yang masih berada dalam keadaan dasarnya (Ground state). Sinar yang diserap
biasanya ialah sinar ultra violet dan sinar tampak. Prinsip Spektrometri
Serapan Atom (SSA) pada dasarnya sama seperti absorpsi sinar oleh molekul atau
ion senyawa dalam larutan.
Hukum absorpsi sinar (Lambert-Beer) yang
berlaku pada spektrofotometer absorpsi sinar ultra violet, sinar tampak maupun
infra merah, juga berlaku pada Spektrometri Serapan Atom (SSA). Perbedaan
analisis Spektrometri Serapan Atom (SSA) dengan spektrofotometri molekul adalah
peralatan dan bentuk spectrum absorpsinya:
Setiap alat AAS terdiri atas tiga komponen
yaitu:
1. Unit atomisasi (atomisasi dengan nyala dan tanpa nyala)
2. Sumber radiasi
3. Sistem pengukur fotometri
Sistem
Atomisasi dengan nyala
Setiap alat spektrometri atom akan mencakup
dua komponen utama sistem introduksi sampeldan sumber (source) atomisasi. Untuk kebanyakan instrument sumber atomisasi ini
adalah nyata dan sampel diintroduksikan dalam bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala dalam
bentuk aerosol. Aerosol biasanya dihasilkan oleh Nebulizer (pengabut) yang
dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber
spray).
Ada banyak variasi nyala yang telah dipakai
bertahun-tahun untuk spektrometri atom. Namun demikian yang saat ini menonjol
dan diapakai secara luas untuk pengukuran analitik adalah udara asetilen dan
nitrous oksida-asetilen. Dengan kedua jenis nyala ini, kondisi analisis yang
sesuai untuk kebanyakan analit (unsur yang dianalisis) dapat sintetikan dengan
menggunakan metode-metode emisi, absorbsi dan juga fluoresensi.
Nyala udara
asetilen
Biasanya menjadi pilihan untuk analisis
menggunakan AAS. Temperature nyalanya yang lebih rendah mendorong terbentuknya atom netral dan dengan nyala yang kaya bahan bakar pembentukan
oksida dari banyak unsur dapat diminimalkan.
Nitrous
oksida-asetilen
Dianjurkan dipakai untuk penentuan unsur-unsur
yang mudah membentuk oksida dan sulit terurai. Hal ini disebabkan temperature
nyala yang dihasilkan relatif tinggi. Unsur-unsur tersebut adalah: Al, B, Mo,
Si, Ti, V dan W.
Sistem
Atomisasi tanpa Nyala (dengan Elektrotermal/tungku)
Sistem nyala api ini lebih dikenal dengan nama
GFAAS. GFAAS dapat mengatasi kelemahan dari sistem nyala seperti sensitivitas,
jumlah sampel dan penyiapan sampel.
Ada tiga tahap atomisasi dengan metode ini yaitu:
1. Tahap pengeringan atau penguapan larutan
2. Tahap pengabutan atau penghilangan senyawa-senyawa organic
3. Tahap atomisasi
Unsur-unsur yang dapat dianalisis dengan
menggunakan GFAAS adalah sama dengan unsur-unsur yang dapat dianalisis dengan
GFAAS tungsten: Hf, Nd, Ho, La, Lu Os, Br, Re, Sc, Ta, U, W, Y dan Zr. Hal ini
disebabkan karena unsur tersebut dapat bereaksi dengan graphit.
Petunjuk praktis penggunaan GFAAS:
1. Jangan menggunakan media klorida, lebih baik gunakan nitrat
2. Sulfat dan fosfat bagus untuk pelarutsampel, biasanya setelah sampel
ditempatkan dalam tungku.
3. Gunakan cara adisi sehingga bila sampel ada interfensi dapat terjadi pada
sampel dan standar.
4. Untuk mengubah unsur metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan
energy panas. Temperatur harus benar-benar terkendali dengan sangat hati-hati
agar proses atomisasinya sempurna. Ionisasi harus dihindarkan dan ionisasi ini
dapat terjadi apabila temperatur terlampau tinggi. Bahan bakar dan oksidator
dimasukkan dalam kamar pencamput kemudian dilewatkan melalui baffle menuju ke
pembakar. Hanya tetesan kecil dapat melalui baffle. Tetapi kondisi ini jarang
ditemukan, karena terkadang nyala tersedot balik ke dalam kamar pencampur
sehingga menghasilkan ledakan. Untuk itu biasanya lebih disukai pembakar dengan
lubang yang sempit dan aliran gas pembakar serta oksidator dikendalikan dengan
seksama.
5. Dengan gas asetilen dan oksidator udara bertekanan, temperature maksimum
yang dapat tercapai adalah 1200oC. untuk temperatur tinggi biasanya
digunakan N:O: = 2:1 karena banyaknya interfensi dan efek nyala yang tersedot
balik, nyala mulai kurang digunakan, sebagai gantinya digunakan proses
atomisasi tanpa nyala, misalnya suatu perangkat pemanas listrik. Sampel
sebanyak 1-2 ml diletakkan pada batang grafit yang porosnya horizontal atau
pada logam tantalum yang berbentuk pipa. Pada tungku grafit temperatur dapat
dikendalikan secara elektris. Biasanya temperatur dinaikkan secara bertahap,
untuk menguapkan dan sekaligus mendisosiasi senyawa yang dianalisis.
Metode tanpa nyala lebih disukai dari metode
nyala. Bila ditinjau dari sumber radiasi, metode tanpa nyala haruslah berasal
dari sumber yang kontinu. Disamping itu sistem dengan penguraian optis yang
sempurna diperlukan untuk memperoleh sumber sinar dengan garis absorpsi yang semonokromatis mungkin. Seperangkat sumber
yang dapat memberikan garis emisi yang tajam dari suatu unsur spesifik tertentu
dikenal sebagai lampu pijar Hollow
cathode. Lampu ini memiliki dua elektroda, satu diantaranya berbentuk
silinder dan terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang dianalisis.
Lampuini diisi dengan gas mulia bertekanan rendah, dengan pemberian tegangan
pada arus tertentu, logam mulai memijar dan atom-atom logam katodanya akan
teruapkan dengan pemercikkan. Atom akan tereksitasi kemudian mengemisikan
radiasi pada panjang gelombang tertentu.
C.
Kalibrasi Alat
a.
Optimasi alat
SSA
o
Tujuan : Mengoperasikan alat SSA secara optimal
o
Alat :
Spektrofotometer Serapan Atom(Varian Terchtron,
Philip atau Shimadzu, dll)
o
Bahan yang digunakan adalah :
Larutan
Cu2+ 30 ppm; Larutan Ca2+ 30 ppm ; larutan Fe3+60 ppm; Larutan H3PO4 400 ppm,
Larutan EDTA 0.1 M
o
Cara penggunaan :
1.
Sesuai dengan zat yang akan dianalisis dan
letakkan pada alat (dalam hal ini pilihlah Hubungkan sumber arus dengan alat
dan pilihlah %T, A atau E (emisi) sesuai dengan keperluan
2.
Pilihlah lampu lampu Cu)
3.
Aturlah arus lampu pada harga yang sesuai
(tergantung pada lampunya)
4.
Cek apakah kedudukan lampu tepat lurus
ditengah-tengah celah
5.
Pilihlah lebar celah yang sesuai dengan lampu
yang dipakai
6.
Aturlah kedudukan lampu agar memperoleh
absorbansi yang tinggi
7.
Aturlah panjang gelombang sesuai lampu
katodanya
8.
Secara teliti aturlah monokromator untuk
mendapatkan harga yang tinggi
9.
Luruskan letak lampu untuk mendapatkan harga
yang maksimum
10.
Pilihlah pembakar yang dipergunakan untuk api
udara-asetilen
11.
Lihatlah api pembakar, api larutan sampel
(dalam hal ini digunakan larutan Cu2+ 3 ppm) dan aturlah kedudukan pembakar
untuk mendapatkan absorbansi yang maksimum
12.
Aturlah kondisi api misal dengan mengatur
perbandingan gas dan oksidan untuk mendapatkan absorbansi maksimum (bila perlu
ulangilah langkah 11 setelah 12)
13.
Gunakan air destilasi dan aturlah 100 %
transmisi
14.
Gunakan larutan Cu2+ 3 ppm , jika alat ini
telah dioptimasi dengan baik maka akan memberikan absorbansi 0,2 atau 60%
Transmisi.
o
Catatan :
Bila mematikan nyala, selalu yang dimatikan dahulu adalah gasnya (asetilen, propan, gas alam) diikuti oleh udara dan biarkan selama 30 atau 40 detik baru dimatikan.
Bila mematikan nyala, selalu yang dimatikan dahulu adalah gasnya (asetilen, propan, gas alam) diikuti oleh udara dan biarkan selama 30 atau 40 detik baru dimatikan.
b.
Memilih panjang gelombang
o
Tujuan percobaan :
Memilih panjang
gelombang yang menghasilkan sinsitivitas pengukuran yang maksimum
Spektrum
pancaran (emisi) yang dihasilkan oleh lampu katoda terdiri dari garis-garis
yang diakibatkan karena adanya gas pengisi (biasanya neon), beberapa logam yang
berada di dalam lampu katoda dan juga logam yang dianalisis. Lampu yang
digunakan adalah lampu Cu, maka semua spektrum emisi Cu harus ada. Meskipun
demikian hanya garis spektrum yang disebabkan oleh transisi yang melibatkan
keadaan dasar saja yang diserap dalam SSA. Karena atom-atom yang ada dalam api
hampir semuanya berada dalam keadaan dasar. Garis spektrum yang dapat diserap
ini akan memberikan sensitivitas yang berbeda-beda. Hal ini sangat
menguntungkan, sebagai contoh : suatu larutan sampel dengan konsentrasi tinggi
dapat dianalisis pada panjang gelombang yang berbeda untuk menghindari
pengenceran. Tabel berikut ini menunjukkan panjang gelombang dan sensitivitas
relatif yang dapat digunakan untuk penentuan Cu.
Tabel di bawah
ini hubungan antara panjang gelombang , sensitivitas relatif dan sensitivitas
penentuan Cu
o
Prosedur percobaan :
1.
Hitunglah absorbansi larutan Cu 3 ppm pada
panjang gelombang 324,7 ; 327,5 ; 296,0 dan 217,9 nm
2.
Catatlah perbedan absorbansi yang ditunjukkan
dan pada kenyataannya pada panjang gelombang 296,0 nm tidak ada absorbansi
3.
Bahas , hasil yang diperoleh
c.
Membuat kurva
baku
o
Tujuan percobaan :
1.
Membuat kurva standar antara absorbansi (sumbu
y) terhadap konsentrasi (sumbu x)
2.
Memilih konsentrasi yang memenuhi hukum
Lambert-Beer( kurva linier)
o
Pendahuluan
Dasar pemilihan
konsentrasi larutan baku adalah sensitivitas analisis larutan Cu. Sensitivitas
analisis dalam SSA adalah konsentrasi analit (dalam ppm) yang menghasilkan 99%
transmisi yang sama dengan absorbansi A 0,004. Sensitivitas analisis larutan Cu
adalah 0,04 mg/L. Sehingga pada panjang gelombang 324,7 nm larutan Cu 4,0 mg/L
(4 ppm) memberikan absorbansi ± 0,4 (tanyakan pada asisten cara
perhitungannya). Suatu larutan yang mempunyai konsentrasi 100 kali sensitivitas
analisis harus menunjukkan absorbansi sebesar 0,4 (kira-kira sama dengan 40%T
yang sesuai dengan hukum Lambert-Beer). Larutan ini ideal untuk optimasi alat.
o
Prosedur percobaan :
1.
Buatlah larutan baku Cu2+ dengan konsentrasi :
0 (blanko berisi akuades) ; 0,4 ; 1,0 ; 2,5 ;5,0 ; 10 ; 20 ; dan 30 ppm.
2.
Masing-masing larutan diukur % transmisinya
atau absorbansinya.
3.
Buat grafik antara absorbansi terhadap
konsentrasi Cu dan tandailah harga yang menunjukkan garis lurus.
d.
Pengaruh Jenis
Nyala
o
Tujuan percobaan :
Mempelajari
pengaruh tipe api udara–asetilen yang digunakan terhadap absorbansi larutan Cu
dan Ca
o
Prosedur percobaan :
Buatlah larutan
yang masing-masing mengandung 10 ppm Cu dan 10 ppm Ca Ukur %T menggunakan api
udara-asetilen. Bahas hasilnya
e.
Pengaruh lebar celah
o
Tujuan percobaan :
Mempelajari
pengaruh lebar celah pada sensitivitas dan kurva kalibrasi (baku) larutan Cu
dan Fe
o
Pendahuluan
Lebar celah pada pengukuran konsentrasi kebanyakan atom (unsur) adalah sangat sempit. Beberapa unsur meskipun mempunyai garis emisi, sama sekali menutupi garis resonansi analitik yang menyebabkan tidak diserapnya atau terserap sedikit sekali oleh atom-atom pada keadaan dasar di dalam api. Kemampuan celah adalah mengisolasi garis resonansi sehingga menjadi minim. Disini akan dipelajari pengaruh lebar celah terhadap sensitivitas dan kurva baku dari larutan Cu2+ dan Fe3+.
Lebar celah pada pengukuran konsentrasi kebanyakan atom (unsur) adalah sangat sempit. Beberapa unsur meskipun mempunyai garis emisi, sama sekali menutupi garis resonansi analitik yang menyebabkan tidak diserapnya atau terserap sedikit sekali oleh atom-atom pada keadaan dasar di dalam api. Kemampuan celah adalah mengisolasi garis resonansi sehingga menjadi minim. Disini akan dipelajari pengaruh lebar celah terhadap sensitivitas dan kurva baku dari larutan Cu2+ dan Fe3+.
o
Prosedur percobaan
Pengaruh lebar celah pada sensitivitas :
1.
Atur lebar celah pada posisi maksimum, kemudian
atur 100% transmisi menggunakan air destilasi (akuades)
2.
Ukur %T larutan Cu 3 ppm
3.
Kurangi lebar celah dan ukur %T larutan Cu 3
ppm
4.
Buat grafik antara absorbansi terhadap lebar
celah
5.
Lakukan pula untuk larutan Fe dengan mula-mula
mengganti lampu Cu dengan lampu Fe
6.
Atur kondisi alat (panjang gelombang, arus,
lebar celah) seperti yang disebutkan dalam tabel.
7.
Lakukan langkah-langkah seperti tugas 1
menggunakan larutan Fe3+ 10 ppm untuk mengoptimasikan alat SSA dan larutan ini
harus memberikan absorbansi 0,3 atau 50% T
8.
Dengan menggunakan larutan 10 ppm Fe lakukan
pengaruh lebar celah terhadap absorbansi Fe seperti pada Cu
9.
Hitung kisaran penurunan absorbansi yang
diamati pada larutan Cu dan Fe pada lebar celah minimum dan maksimum.
o
Prosedur percobaan
Pengaruh lebar celah pada kurva baku :
1.
Siapkan larutan baku 100 ml dengan konsentrasi
Fe 1,5 ; 10; 20; 40 dan 60 ppm dalam labu takar
2.
Siapkan larutan baku Cu 100 mL dengan
konsentrasi 0,4 ; 1,0 ; 2,5 ;5,0 dan 10 ppm dalam labu takar
3.
Ukur absorbansi atau %T larutan-larutan
tersebut (Fe dan Cu) dan buatlah 4 kurva baku dari :
i.0- 60 ppm Fe pada lebar celah minimum
ii.0– 60 ppm Fe pada lebar celah maksimum
iii.0- 10 ppm Cu pada lebar celah minimum
iv.0– 10 ppm Cu pada lebar celah maksimum
i.0- 60 ppm Fe pada lebar celah minimum
ii.0– 60 ppm Fe pada lebar celah maksimum
iii.0- 10 ppm Cu pada lebar celah minimum
iv.0– 10 ppm Cu pada lebar celah maksimum
4.
Plot keempat kurva baku tersebut pada kertas
grafik yang sama dan berilah komentar pada masing-masing kurva yang diperoleh
5.
Terangkan pula apa pengaruh lebar celah
terhadap presisi pengukuran absorbansi larutan yang mengandung 10 ppm atau 40
ppm Fe.
6.
Bahas hasil yang diperoleh
f.
Pengaruh arus lampu katoda
o
Tujuan percobaan :
Mempelajari
pengaruh besar arus lampu katoda pada sensitivitas dan kurva kalibrasi (baku)
larutan Cu dan Fe
o
Pendahuluan
Arus listrik lampu katoda adalah suatu parameter istimewa yang utama untuk logam-logam yang lebih mudah menguap seperti Zn,Cu. Pada tugas ini ingin melihat pengaruh arus lampu katoda pada sensitivitas dan kurva baku menggunakan lampu Cu dan Fe
Arus listrik lampu katoda adalah suatu parameter istimewa yang utama untuk logam-logam yang lebih mudah menguap seperti Zn,Cu. Pada tugas ini ingin melihat pengaruh arus lampu katoda pada sensitivitas dan kurva baku menggunakan lampu Cu dan Fe
o
Prosedur percobaan
Pengaruh arus lampu katoda pada sensitivitas :
1.
Buat larutan baku Fe 10 ppm dan Cu 3 ppm
2.
Dengan menggunakan lampu Fe ukurlah %T dari
larutan Fe 10 ppm menggunakan arus sebesar : 2; 5 dan 10 mA
3.
Gunakan lampu Cu dan optimasi alat menggunakan
larutan 3 ppm Cu
4.
Ukurlah %T larutan Cu ini pada arus 2 ; 5 dan
10 mA
5.
Gambar grafik antara absorbansi terhadap arus
untuk Fe dan Cu pada kertas grafik yang sama.
o
Catatan :
Jangan mengoperasikan lampu katoda pada arus yang tinggi dalam waktu lebih lama dibandingkan harga absolut yang diperlukan
Jangan mengoperasikan lampu katoda pada arus yang tinggi dalam waktu lebih lama dibandingkan harga absolut yang diperlukan
o
Prosedur percobaan Pengaruh arus lampu katoda
pada kurva baku :
1.
Siapkan larutan baku Cu : 0, 0,4 ;; 1,0 ; 2,5
;5,0 dan 10 ppm dalam labu takar
2.
Dengan menggunakan lebar celah seperti
sebelumnya (tugas 4) buatlah 2 kurva baku, satu pada arus optimum (1 mA) dan
satunya pada arus 10 mA
3.
Berilah komentar untuk kurva yang diperoleh
4.
Bahas hasilnya
g.
Pengaruh
pengganggu fosfat pada pengukuran Ca
o
Tujuan percobaan :
Mempelajari
pengaruh senyawa pengganggu fosfat dan senyawa pengompleks EDTA gterhadap
sensitivitas pengukuran Ca
Prosedur
percobaan :
1.
Siapkan 3 set larutan seperti dibawah ini :
Menggunakan
larutan yang disediakan : 100 ppm Ca ; 400 ppm H3PO4 dan 0,1 ppm EDTA.
2.
Pasanglah lampu katoda Ca, optimasikan alat
seperti pada tugas 1
3.
Ukurlah %T masing-masing larutan
4.
Buatlah kurva baku untuk tipe api :
udara-asetilen ; udara gas alam (propan) dan N2O–asetilen
h.
Pengaruh garam terlarut
o
Prosedur percobaan :
1.
Buatlah larutan 3 ppm Cu yang mengandung 0 ;
1000 ; 5000 ; 10.000 ; 50.000 dan 100.000 ppm NaCl.
2.
Dengan menggunakan udara-asetilen ukurlah %T
masing-masing larutan
3.
Buat grafik antara absorbansi terhadap
konsentrasi padatan yang dilarutkan
4.
Bahas hasil yang diperoleh
i. Penentuan
Pb dalam campuran dengan Zn cara kurva baku
o
Tujuan percobaan :
1.
Menentukan kadar Pb dalam larutan sampel yang
mengandung Zn menggunakan cara kurva baku
2.
Mempelajari pengaruh cara kurva baku terhadap
akurasi dan presisi pengukuran Pb
o
Pendahuluan :
Sensitivitas analisis Zn = 0,03 ppm ; sensitivitas analisis Pb = 0,3 ppm. Karena Zn 10 kali lebih sensitif dibandingkan Pb maka akan memerlukan dua macam larutan sampel, yang satu berkonsentrasi 10 kali konsentrasi lainnya. Karena pada konsentrasi ini kedua larutan Zn dan Pb adalah sama.
Sensitivitas analisis Zn = 0,03 ppm ; sensitivitas analisis Pb = 0,3 ppm. Karena Zn 10 kali lebih sensitif dibandingkan Pb maka akan memerlukan dua macam larutan sampel, yang satu berkonsentrasi 10 kali konsentrasi lainnya. Karena pada konsentrasi ini kedua larutan Zn dan Pb adalah sama.
o
Prosedur percobaan :
1.
Buatlah 500 mL larutan yang menghasilkan 40%T
(A =0,4) untuk Pb (kira-kira 30 ppm Pb)
2.
Gunakan larutan ini untuk analisa Pb, yang jika
diencerkan 10 kalinya dapat digunakan untuk menganalisa Zn (kira-kira 3 ppm Zn)
3.
Timbang garam Pb yang diperlukan untuk membuat
500 mL larutan sampel yang mengandung 30 ppm Pb dan 30 pm Zn
4.
Masukkan ke erlenmyer 100 mL, tambahkan 10 mL
HNO3 pekat, 10 mL akuades dan 10 mg asam sitrat
5.
Panaskan sampai larut, dinginkan dan pindahkan
ke labu takar 500 mL serta encerkan dengan akuades sampai tepat tanda
6.
Pipet 10,0 mL larutan ini dan encerkan dengan
akuades sampai tepat 100 mL, larutan ini digunakan untuk menganalisis Zn
7.
Siapkan larutan baku Pb (10 ; 20 ; 30 ; 40 dan
50 ppm) dan larutan baku Zn (1 ; 2 ; 3 ; 4 dan 5 ppm)
8.
Buat kurva baku untuk masing-masing logam
9.
Dengan menggunakan dua larutan yang telah
dipersiapkan ( larutan 500 mL dan 100 mL) tentukan kadar (%) Pb dan Zn dalam
sampel menggunakan cara kurva baku
10.
Periksa kesalahan masing-masing hasil jika
kesalahan pembacaan diperkirakan 1%.
j. Penentuan Pb
dalam sampel menggunakan cara adisi standar
o
Tujuan percobaan :
1.
Menentukan kadar Pb dalam larutan sampel yang
mengandung Zn menggunakan cara kurva baku
2.
Mempelajari pengaruh cara adisi standar
terhadap akurasi dan presisi pengukuran Pb
o
Pendahuluan
Cara adisi standar pada umumnya digunakan untuk mengatasi kesalahan yang mirip seperti yang ditimbulkan oleh penambahan garam pada larutan baku, yaitu bila komposisi sampel berbeda dengan komposisi larutan baku. Cara adisi standar dilakukan bila jumlah garam dalam larutan sampel tidak diketahui maka larutan baku ditambahkan langsung pada sampel, kemudian dibuat kurva absorbansi terhadap konsentrasi analit yang ditambahkan. Konsentrasi analit yang ditentukan diperoleh dari ektrapolasi garis regresi ke absorbansi dan memotong pada sumbu konsentrasi . Jarak antara titik potong ke konsentrasi dengan sumbu absorbansi ini merupakan harga konsentrasi analit yang diukur.
Cara adisi standar pada umumnya digunakan untuk mengatasi kesalahan yang mirip seperti yang ditimbulkan oleh penambahan garam pada larutan baku, yaitu bila komposisi sampel berbeda dengan komposisi larutan baku. Cara adisi standar dilakukan bila jumlah garam dalam larutan sampel tidak diketahui maka larutan baku ditambahkan langsung pada sampel, kemudian dibuat kurva absorbansi terhadap konsentrasi analit yang ditambahkan. Konsentrasi analit yang ditentukan diperoleh dari ektrapolasi garis regresi ke absorbansi dan memotong pada sumbu konsentrasi . Jarak antara titik potong ke konsentrasi dengan sumbu absorbansi ini merupakan harga konsentrasi analit yang diukur.
o
Prosedur percobaan :
1.
Dengan menggunakan larutan sampel pada tugas 9,
masing-masing dipipet 25,0 mL dan masukkan ke dalam labu takar 50 mL 4 buah
2.
Masing-masing ditambah dengan 100 ppm Pb dengan
volume sebagai berikut :
- Labu 1 ditambah dengan 0,0 mL larutan Pb 100 ppm
- Labu 2 ditambah dengan 5,0 mL larutan Pb 100 ppm
- Labu 3 ditambah dengan 10,0 mL larutan Pb 100 ppm
- Labu 4 ditambah dengan 15,0 mL larutan Pb 100 ppm
- Labu 1 ditambah dengan 0,0 mL larutan Pb 100 ppm
- Labu 2 ditambah dengan 5,0 mL larutan Pb 100 ppm
- Labu 3 ditambah dengan 10,0 mL larutan Pb 100 ppm
- Labu 4 ditambah dengan 15,0 mL larutan Pb 100 ppm
3.
Encerkan dengan akuades sampai volume 50 mL
4.
Ukur %T masing-masing larutan dan buat grafik
antara absorbansi terhadap konsentrasi Pb yang
ditambahkan
ditambahkan
5.
Ekstrapolasikan ke sumbu absorbansi untuk
memperoleh konsentrasi Pb dalam sampel
D.
Bagian-Bagian pada AAS
a.
Lampu Katoda
Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS.
Lampu katoda memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu
katoda pada setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang
akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran
unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu :
Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur
Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa logam sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal.
Soket pada bagian lampu katoda yang hitam,
yang lebih menonjol digunakan untuk memudahkan pemasangan lampu katoda pada
saat lampu dimasukkan ke dalam soket pada AAS. Bagian yang hitam ini merupakan
bagian yang paling menonjol dari ke-empat besi lainnya.
Lampu katoda berfungsi sebagai sumber cahaya
untuk memberikan energi sehingga unsur logam yang akan diuji, akan mudah
tereksitasi. Selotip ditambahkan, agar tidak ada ruang kosong untuk keluar
masuknya gas dari luar dan keluarnya gas dari dalam, karena bila ada gas yang
keluar dari dalam dapat menyebabkan keracunan pada lingkungan sekitar.
Cara pemeliharaan lampu katoda ialah bila
setelah selesai digunakan, maka lampu dilepas dari soket pada main unit AAS,
dan lampu diletakkan pada tempat busanya di dalam kotaknya lagi, dan dus
penyimpanan ditutup kembali. Sebaiknya setelah selesai penggunaan, lamanya
waktu pemakaian dicatat.
b. Tabung Gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan
tabung gas yang berisi gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran
suhu ± 20.000K, dan ada juga tabung gas yang berisi gas
N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran suhu ± 30.000K. Regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan
banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung.
Spedometer pada bagian kanan regulator merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam
tabung.
Pengujian untuk pendeteksian bocor atau
tidaknya tabung gas tersebut, yaitu dengan mendekatkan telinga ke dekat
regulator gas dan diberi sedikit air, untuk pengecekkan. Bila terdengar suara
atau udara, maka menendakan bahwa tabung gas bocor, dan ada gas yang keluar.
Hal lainnya yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan sedikit air sabun pada
bagian atas regulator dan dilihat apakah ada gelembung udara yang terbentuk.
Bila ada, maka tabung gas tersebut positif bocor. Sebaiknya pengecekkan
kebocoran, jangan menggunakan minyak, karena minyak akan dapat menyebabkan
saluran gas tersumbat. Gas didalam tabung dapat keluar karena disebabkan di
dalam tabung pada bagian dasar tabung berisi aseton yang dapat membuat gas akan
mudah keluar, selain gas juga memiliki tekanan.
c. Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk
menyedot asap atau sisa pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada
cerobong asap bagian luar pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh
AAS, tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari
pembakaran pada AAS, diolah sedemikian rupa di dalam ducting, agar polusi yang
dihasilkan tidak berbahaya.
Cara pemeliharaan ducting, yaitu dengan
menutup bagian ducting secara horizontal, agar bagian atas dapat tertutup
rapat, sehingga tidak akan ada serangga atau binatang lainnya yang dapat masuk
ke dalam ducting. Karena bila ada serangga atau binatang lainnya yang masuk ke
dalam ducting , maka dapat menyebabkan ducting tersumbat.
Penggunaan ducting yaitu, menekan bagian kecil
pada ducting kearah miring, karena bila lurus secara horizontal, menandakan
ducting tertutup. Ducting berfungsi untuk menghisap hasil pembakaran yang terjadi pada AAS, dan mengeluarkannya melalui cerobong asap yang
terhubung dengan ducting
d. Kompresor
Kompresor merupakan alat yang terpisah dengan
main unit, karena alat ini berfungsi untuk mensuplai kebutuhan udara yang akan
digunakan oleh AAS, pada waktu pembakaran atom. Kompresor memiliki 3 tombol
pengatur tekanan, dimana pada bagian yang kotak hitam merupakan tombol ON-OFF,
spedo pada bagian tengah merupakan besar kecilnya udara yang akan dikeluarkan,
atau berfungsi sebagai pengatur tekanan, sedangkan tombol yang kanan
merupakantombol pengaturan untuk mengatur banyak/sedikitnya udara yang akan
disemprotkan ke burner. Bagian pada belakang kompresor digunakan sebagai tempat
penyimpanan udara setelah usai penggunaan AAS.
Alat ini berfungsi untuk menyaring udara dari
luar, agar bersih.posisi ke kanan, merupakan posisi terbuka, dan posisi ke kiri
merupakan posisi tertutup. Uap air yang dikeluarkan, akan memercik kencang dan
dapat mengakibatkan lantai sekitar menjadi basah, oleh karena itu sebaiknya
pada saat menekan ke kanan bagian ini, sebaiknya ditampung dengan lap, agar
lantai tidak menjadi basah dan uap air akan terserap ke lap.
e. Burner
Burner merupakan bagian paling terpenting di
dalam main unit, karena burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas
asetilen, dan aquabides, agar tercampur merata, dan dapat terbakar pada
pemantik api secara baik dan merata. Lobang yang berada pada burner, merupakan
lobang pemantik api, dimana pada lobang inilah awal dari proses pengatomisasian
nyala api.
Perawatan burner yaitu setelah selesai
pengukuran dilakukan, selang aspirator dimasukkan ke dalam botol yang berisi
aquabides selama ±15 menit, hal ini merupakan proses pencucian pada aspirator
dan burner setelah selesai pemakaian. Selang aspirator digunakan untuk
menghisap atau menyedot larutan sampel dan standar yang akan diuji. Selang
aspirator berada pada bagian selang yang berwarna oranye di bagian kanan
burner. Sedangkan selang yang kiri, merupakan selang untuk mengalirkan gas
asetilen. Logam yang akan diuji merupakan logam yang berupa larutan dan harus
dilarutkan terlebih dahulu dengan menggunakan larutan asam nitrat pekat. Logam
yang berada di dalam larutan, akan mengalami eksitasi dari energi rendah ke
energi tinggi.
Nilai eksitasi dari setiap logam memiliki
nilai yang berbeda-beda. Warna api yang dihasilkan berbeda-beda bergantung pada
tingkat konsentrasi logam yang diukur. Bila warna api merah, maka menandakan
bahwa terlalu banyaknya gas. Dan warna api paling biru, merupakan warna api
yang paling baik, dan paling panas.
f. Buangan pada AAS
Buangan pada AAS disimpan di dalam drigen dan
diletakkan terpisah pada AAS. Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang
dibuat melingkar sedemikian rupa, agar sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi
ke atas, karena bila hal ini terjadi dapat mematikan proses pengatomisasian
nyala api pada saat pengukuran sampel, sehingga kurva yang dihasilkan akan
terlihat buruk. Tempat wadah buangan (drigen) ditempatkan pada papan yang juga
dilengkapi dengan lampu indicator. Bila lampu indicator menyala, menandakan
bahwa alat AAS atau api pada proses pengatomisasian menyala, dan sedang
berlangsungnya proses pengatomisasian nyala api. Selain itu, papan tersebut
juga berfungsi agar tempat atau wadah buangan tidak tersenggol kaki. Bila
buangan sudah penuh, isi di dalam wadah jangan dibuat kosong, tetapi disisakan
sedikit, agar tidak kering.
g. Monokromator
Berfungsi mengisolasi salah satu garis
resonansi atau radiasi dari sekian banyak spectrum yang dahasilkan oleh lampu
piar hollow cathode atau untuk merubah sinar polikromatis menjadi sinar
monokromatis sesuai yang dibutuhkan oleh pengukuran.
Macam-macam monokromator yaitu prisma, kaca
untuk daerah sinar tampak, kuarsa untuk daerah UV, rock salt (kristal garam)
untuk daerah IR dan kisi difraksi.
h. Detector
Dikenal dua macam detector, yaitu detector foton dan detector panas.
Detector panas biasa dipakai untuk mengukur radiasi inframerah termasuk
thermocouple dan bolometer. Detector berfungsi untuk mengukur intensitas
radiasi yang diteruskan dan telah diubah menjadi energy listrik oleh
fotomultiplier. Hasil pengukuran detector dilakukan penguatan dan dicatat oleh
alat pencatat yang berupa printer dan pengamat angka. Ada dua macam deterktor
sebagai berikut:
·
Detector Cahaya
atau Detector Foton
Detector foton bekerja berdasarkan efek
fotolistrik, dalam halini setiap foton akan membebaskan elektron (satu foton
satu electron) dari bahan yang sensitif terhadap cahaya. Bahan foton dapat
berupa Si/Ga, Ga/As, Cs/Na.
·
Detector Infra
Merah dan Detector Panas
Detector infra merah yang lazim adalah
termokopel. Efek termolistrik akan timbul jika dua logam yang memiliki
temperatur berbeda disambung jadi satu.
E.
Cara kerja
spektrofotometer serapan atom
a. Pertama-tama gas di buka terlebih dahulu, kemudian kompresor, lalu ducting,
main unit, dan komputer secara
berurutan.
b. Di buka program SAA (Spectrum Analyse Specialist), kemudian muncul perintah
”apakah ingin mengganti lampu katoda, jika ingin mengganti klik Yes dan jika
tidak No.
c. Dipilih yes untuk masuk ke menu individual command, dimasukkan nomor lampu
katoda yang dipasang ke dalam kotak
dialog, kemudian diklik setup, kemudian soket lampu katoda akan berputar menuju
posisi paling atas supaya lampu katoda yang baru dapat diganti atau ditambahkan
dengan mudah.
d. Dipilih No jika tidak ingin mengganti lampu katoda yang baru.
e. Pada program SAS 3.0, dipilih menu select element and working mode.Dipilih
unsur yang akan dianalisis dengan mengklik langsung pada symbol unsur yang
diinginkan
f. Jika telah selesai klik ok, kemudian muncul tampilan condition settings.
Diatur parameter yang dianalisis dengan
mensetting fuel flow :1,2 ; measurement; concentration ; number of sample: 2 ;
unit concentration : ppm ; number of standard : 3 ; standard list : 1 ppm, 3
ppm, 9 ppm.
g. Diklik ok and setup, ditunggu hingga selesai warming up.
h. Diklik icon bergambar burner/ pembakar, setelah pembakar dan lampu menyala
alat siap digunakan untuk mengukur logam.
i.
Pada menu measurements pilih measure sample.
j.
Dimasukkan blanko, didiamkan hingga garis
lurus terbentuk, kemudian dipindahkan ke standar 1 ppm hingga data keluar.
k. Dimasukkan blanko untuk meluruskan kurva, diukur dengan tahapan yang sama
untuk standar 3 ppm dan 9 ppm.
l.
Jika data kurang baik akan ada perintah untuk
pengukuran ulang, dilakukan pengukuran blanko, hingga kurva yang dihasilkan
turun dan lurus.
m. Dimasukkan ke sampel 1 hingga kurva naik dan belok baru dilakukan
pengukuran.
n. Dimasukkan blanko kembali dan dilakukan pengukuran sampel ke 2.
o. Setelah pengukuran selesai, data dapat diperoleh dengan mengklikicon print
atau pada baris menu dengan mengklik file lalu print.
p. Apabila pengukuran telah selesai, aspirasikan air deionisasi untuk membilas
burner selama 10 menit, api dan lampu burner dimatikan, program pada komputer
dimatikan, lalu main unit AAS, kemudian kompresor, setelah itu ducting dan
terakhir gas.
F.
Metode Analisis
Adatiga teknik yang biasa dipakai dalam
analisis secara spektrometri. Ketiga teknik tersebut adalah:
a.
Metode Standar Tunggal
Metode ini sangat praktis karena hanya
menggunakan satu larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya (Cstd).
Selanjutnya absorbsi larutan standar (Asta) dan absorbsi larutan
sampel (Asmp) diukur dengan spektrometri. Dari hukum Beer diperoleh:
Sehingga,
Astd/Cstd = Csmp/Asmp -> Csmp = (Asmp/Astd)
x Cstd
Dengan mengukur absorbansi larutan sampel dan
standar, konsentrasi larutan sampel dapat dihitung.
b.
Metode kurva kalibrasi
Dalam metode kurva kalibrasi ini, dibuat seri
larutan standard dengan berbagai konsentrasi dan absorbansi dari larutan
tersebut diukur dengan SSA. Selanjutnya
membuat grafik antara konsentrasi (C) dengan Absorbansi (A) yang akan merupakan
garis lurus melewati titik nol dengan slope = ε. B atau slope = a.b,
konsentrasi larutan sampel diukur dan diintropolasi ke dalam kurva kalibrasi
atau di masukkan ke dalam persamaan regresi linear pada kurva kalibrasi sperti
yang ditunjukkan pada gambar 6.
Gambar 6. Kurva kalibrasi (Syahputra, 2004)
c.
Metode adisi standar
Metode ini dipakai secara luas karena mampu
meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan
(matriks) sampel dan standar. Dalam metode ini dua atau lebih sejumlah volume
tertentu dari sampel dipindahkan ke dalam labu takar. Satu larutan diencerkan
sampai volume tertentu kemudiaan larutan yang lain sebelum diukur absorbansinya
ditambah terlebih dahulu dengan sejumlah larutan standar tertentu dan
diencerkan seperti pada larutan yang pertama. Menurut hukum Beer akan berlaku
hal-hal berikut:
Dimana, Ax=kCk AT=k(Cs+Cx)
Cx =
konsentrasi zat sampel
Cs =
konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel
Ax = absorbansi
zat sampel (tanpa penambahan zat standar)
AT =
absorbansi zat sampel + zat standar
Jika kedua rumus digabung maka akan diperoleh Cx=Cs[Ax : (AT-Ax)] v
Konsentrasi zat dalam sampel (Cx) dapat
dihitung dengan mengukur Ax dan AT dengan spektrometri. Jika dibuat suatu seri
penambahan zat standar dapat pula dibuat grafik antara AT lawan Cs garis lurus yang diperoleh dari ekstrapolasi ke AT = 0, sehingga diperoleh:
Cx = Cs x {Ax/(0-Ax)} ; Cx = Cs x (Ax/-Ax)
Cx = Cs x (-1) atau Cx = -Cs
Salah satu penggunaan dari alat
spektrofotometri serapan atom adalah untuk metode pengambilan sampel dan
analisis kandungan logam Pb di udara. Secara umum pertikulat yang terdapat
diudara adalah sebuah sistem fase multi kompleks padatan dan partikel-partikel
cair dengan tekanan uap rendah dengan ukuran partikel antara 0,01 – 100 μm.
G.
Keuntungan dan Kelemahan Metode AAS
Keuntungan metode AAS dibandingkan dengan
spektrofotometer biasa yaitu spesifik, batas deteksi yang rendah dari larutan
yang sama bisa mengukur unsur-unsur yang berlainan, pengukurannya langsung
terhadap contoh, output dapat langsung dibaca, cukup ekonomis, dapat
diaplikasikan pada banyak jenis unsur, batas kadar penentuan luas (dari ppm
sampai %).
Sedangkan kelemahannya yaitu pengaruh kimia
dimana AAS tidak mampu menguraikan zat menjadi atom misalnya pengaruh fosfat
terhadap Ca, pengaruh ionisasi yaitu bila atom tereksitasi (tidak hanya
disosiasi) sehingga menimbulkan emisi pada panjang gelombang yang sama, serta
pengaruh matriks misalnya pelarut.
H.
Gangguan-gangguan
dalam metode AAS
a. Ganguan kimia
Gangguan kimia terjadi apabila unsur yang dianailsis mengalami reaksi kimia dengan anion atau
kation tertentu dengan senyawa yang refraktori, sehingga tidak semua analiti
dapat teratomisasi. Untuk mengatasi gangguan ini dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu: 1) penggunaan suhu nyala yang lebih tinggi, 2) penambahan zat kimia
lain yang dapatmelepaskan kation atau anion pengganggu dari ikatannya dengan
analit. Zat kimia lai yang ditambahkan disebut zat pembebas (Releasing Agent) atau zat pelindung (Protective Agent).
b. Gangguang Matrik
Gangguan ini terjadi apabila sampel mengandung
banyak garam atau asam, atau bila pelarut yang digunakan tidak menggunakan
pelarut zat standar, atau bila suhu nyala untuk larutan sampel dan standar
berbeda. Gangguan ini dalam analisis kualitatif tidak terlalu bermasalah, tetapi sangat mengganggu dalam analisis kuantitatif. Untuk mengatasi gangguan ini
dalam analisis kuantitatif dapat digunakan cara analisis penambahan standar
(Standar Adisi).
c. Gangguan Ionisasi
Gangguan ionisasi terjadi bila suhu nyala api
cukup tinggi sehingga mampu melepaskan electron dari atom netral dan membentuk
ion positif. Pembentukan ion ini mengurangi jumlah atom netral, sehingga
isyarat absorpsi akan berkurang juga. Untuk mengatasi masalah ini dapat
dilakukan dengan penambahan larutan unsur yang mudah diionkan atau atom yang
lebih elektropositif dari atom yang dianalisis, misalnya Cs, Rb, K dan Na.
penambahan ini dapat mencapai 100-2000 ppm.
d. Absorpsi Latar Belakang (Back Ground)
Absorbsi Latar Belakang (Back Ground)
merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya berbagai pengaruh,
yaitu dari absorpsi oleh nyala api, absorpsi molecular, dan penghamburan
cahaya.
I.
Analisis Kuantitatif
a.
Penyiapan sampel
Penyiapan sampel sebelum pengukuran tergantung
dari jenis unsur yang ditetapkan, jenis substratdarisampeldancaraatomisasi.
Pada kebanyakan sampel ha lini biasanya tidak dilakukan, bila
atomisasi dilakukan menggunakan batang grafik secara elektrotermal karena
pembawa (matriks) dari sampel dihilangkan melalui proses pengarangan (ashing)
sebelum atomisasi. Pada atomisasi dengan nyala, kebanyakan sampel cair dapat
disemprotkan langsung kedalam nyala setelah diencerkan dengan pelarut yang
cocok. Sampel padat baiasanya dilarutkan dalam asam tetanol adakalanya
didahului dengan peleburan alkali.
b.
Analisa
kuantitatif
Pada analisis kuantitatif ini kita harus mengetahui beberapa hal
yang perlu diperhatikan sebelum menganalisa. Selain itu kita harus mengetahui
kelebihan dan kekurangan pada AAS.
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan sebelum menganalisa:
-
Larutan
sampel diusahakan seencer mungkin (konsentrasi ppm atau ppb).
-
Kadar
unsur yang dianalisis tidak lebih dari 5% dalam pelarut yang sesuai.
-
Hindari
pemakaian pelarut aromatic atau halogenida. Pelarut organic yang umum digunakan
adalah keton, ester dan etilasetat.
-
Pelarut
yang digunakan adalah pelarut untuk analisis (p.a)
Langkah
analisis kuantitatif:
-
Pembuatan
Larutan Stok dan Larutan Standar
-
Pembuatan
Kurva Baku
Persamaan
garis lurus : Y = a + bx dimana:
a = intersep
b = slope
x = konsentrasi
Y = absorbansi
Penentuan kadar sampel dapat dilakukan dengan memplotkan data
absorbansi terhadap konsentrasi atau dengan cara mensubstitusikan absorbansi kedalam persamaan
garis lurus (Sumar Hendayana, dkk, 1994)
J. Contoh Pemeriksaaan Menggunakan Alat
Alat-Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Spektrofotometer Serapan Atom, labu ukur
50 mL, pipet volum 25 mL, propipet, pipiet tetes, gelas beker.
Bahan-Bahan
1. Sampel air
Sampel air yang digunakan berasal dari air
irigasi Martapura dan air sumur cempaka Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
2. Pereaksi
Pereaksi yang digunakan adalah kualitas pro
analisa keluaran E. Merck: Dinatrium sulfida, ammonium hidroksida, asam nitrat,
larutan standar Fe, Cd, dan Cu.
Prosedur
Penelitian
- Pengenceran larutan induk Fe 1000 ppm
- Larutan standar Fe (1000 ppm) dipipet 10
ml, masukkan ke labu tentukur 100 ml, tambahkan dengan air suling hingga
garis tanda (konsentrasi 100 ppm).
- Larutan stanar Fe 100 ppm di buat menjai
konsentrasi 1; 2; 3; 4; 5 ppm.
2.
Pengenceran larutan induk Fe 1000 ppm
- Larutan standar Cd (100 ppm) dipipet 10
ml, masukkan ke labu tentukur 100 ml, tambahkan dengan air suling hingga
garis tanda (konsentrasi 10 ppm).
- Larutan stanar Cd 100 ppm di buat menjai
konsentrasi 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 ppm.
3.
Pengenceran larutan induk Cu 1000 ppm
- Larutan standar Cu (1000 ppm) dipipet 10
ml, masukkan ke labu tentukur 100 ml, tambahkan dengan air suling hingga
garis tanda (konsentrasi 100 ppm).
- Larutan standar Cu 100 ppm dibuat menjadi
konsentrasi 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 ppm.
4.
Analisis logam dalam sampel dengan AAS
- Larutan sampel yang telah diencerkan
diukur absorbansi nya dengan Spektrofotometer Serapan Atom pada panjang
gelombang maksimumnya.
- Kadar timbal, kadmium, tembaga dan seng
pada ketam batu dan lokan dapat dihitung berdasarkan Persamaan Regresi y =
bx + a , dimana y = A sehingga diperoleh nilai x sebagai konsentrasi.
Hasil Dan
Pembahasan
- Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Kurva
kalibrasi besi, kadmium, dan tembaga masing-masing dengan berbagai
konsentrasi dapat dibuat untuk memperoleh nilai R2 dan
persamaan garis y = bx + a yang nantinya akan digunakan untuk perhitungan
konsentrasi logam dalam sampel air. Berdasarkan pengukuran kurva kalibrasi
untuk Fe, Cd, dan Cu, diperoleh hubungan yang linier dengan persamaan
garis regresi yaitu y = 0.0612x + 0.0042 dan koefisien korelasi (R2)
sebesar 0.9936 untuk Fe. y = 0.179x – 0,0124 dan koefisien korelasi
sebesar R2 = 0.9994 untuk Cu. y = 0.3135x + 0.0039 dan
koefisien korelasi R2 = 0.9605 untuk Cd.
2.
Penentuan Kadar Fe, Cd, dan Cu pada
Sampel
Kadar
logam Pb, Cd, Cu, dan Zn yang diperoleh berdasarkan persamaan regresi linear
dari kurva kalibrasi Fe, Cu dan Cd yang telah diperoleh. Nilai y dalam
persamaan tersebut merupakan nila adsorbans dari sampel air, sehingga diperoleh
nilai x sebagai konsentrasi dari logam yang terdapat dalam sampel. Absorbansi
sampel air irigasi dan sumur cempaka berturut-turut adalah sebgai berikut :
untuk Fe -0,059 dan -0,092, untuk Cu -0,012 dan 0,008. Sedangkan untuk Cd
-0,002 dan 0,007. Konsentrasi logam Fe, Cu dan Cd dalam tiap sampel air dapat
dilihat pada Tabel dibawah ini:
Sampel air
|
Kadar (ppm)
|
||
Fe
|
Cu
|
Cd
|
|
Irigasi
martapura
|
-0,888
|
0,002234
|
-0,00287
|
Sumur cempaka
|
-1,428
|
0,002234
|
-0,018
|
Data diatas menunjukkan bahwa pada sampel
air irigasi Martapura dan sumur Cempaka mengandung sedikit logam Cd yaitu
sebesar 0,002234 ppm. Sementara kandungan logam Fe dan Cu sangat rendah sekali
sehingga nilai A dan konsentrasinya negatif. Hasil ini menunnjukkan air
irigasi Martapura dan sumur Cempaka belum
tercemar oleh logam Fe, Cu dan Cd.
Kesimpulan Percobaan
Dari hasil analisis kualitatif kandungan logam
Fe, Cd, dan Cu dalam sampel air irigasi Martapura dan sumur Cempaka Banjarbaru
menunjukkan bahwa kandungan logam Fe dan Cu nya sangat rendah ( ditandai dengan
nilai A yang negatif). Sedangkan kandungan logam Cd dari kedua sampel cukup
kelihatan keberadaannya yaitu sebanyak 0,002234 ppm. Hasil juga menunjukkan
bahwa air irigasi Martapura dan
sumur Cempaka relatif belum tercemar oleh logam Fe, Cu
dan Cd.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa Spektrofotometri Serapan Atom didasarkan pada besarnya energi yang diserap oleh atom-atom netral dalam
keadaan gas. Agar intensitas awal sinar (Po) dan sinar yang diteruskan (P) dapat diukur,
maka energi sinar pengeksitasi harus sesuai dengan energi eksitasi
atom penyerap dan energi penyerap ini diperoleh melalui sinar lampu katoda berongga. Lampu
katoda berongga ada yang bersifat single element dan ada yang bersifat multi
element.
Salah satu alat yang sangat berperan penting dalam AAS adalah
Copper yang berfungsi untuk membuat sinar yang datang
dari sumber sinar berselang – seling sehingga sinar yang dipancarkan juga akan
berselang - seling. AAS
memiliki keakuratan yang tinggi pada analisis kualitatif. Beberapa
jenis gangguan dengan cara AAS pada analisis kuantitatif
·
Gangguan
kimia
·
Gangguan
matrik
·
Gangguan
ionisasi dan
·
Gangguan
background
B.
Saran
Pada saat praktek menggunakan alat
spektrofotometer serapan atom perlu adanya kerjasama antara praktikan dan pembimbing agar praktikan dapat memahami dan mampu menggunakan
alat dengan baik dan benar.
Gambar Spektrofotometer Serapan Atom Modern
DAFTAR
PUSTAKA
http://LabTerpaduUniversitasIslamIndonesia-SPEKTROFOTOMETERSERAPANATOM.htm
Oleh Riyanto, Ph.D.
http://ANALISISCdDANCuDENGANMETODESPEKTROFOMETRISERAPANATOMCABAnnisanfushieWeblog.htm
oleh Annisa Syabatini
http://TUGASARTIKELILMIAHPRAKTIKUMKIMIAINSTRUMENCABHIMAMIAREDOKSFMIPAUNLAM.htm
Oleh (Dyah Ayu Kusumawati,
Zulfikurrahman, Amelia Sari Nastiti, Firman Hadinata, Grenadila Eka Sagita,
Jumiati Dewi, Adi Rohandi)
Asmin, La Ode.2010.
Makalah Kapita Selekta Material
Elektronik Spektrofotometri Serapan Atom (Ssa/Atomic Absorption Specktrophotometry)
.Kendari
Find the best casino near me, NJ with great offers
BalasHapusCasino Near Me 공주 출장샵 - Find 하남 출장안마 the Best Casino near you. 1. 1. 경기도 출장안마 Mohegan Sun Boulevard, Uncasville, CT 06382. Call Now 양주 출장마사지 · (860) 941-6077. 남원 출장안마